Jumat, 31 Agustus 2012

Menuntut Ilmu di Ibukota Santri

Oleh : Nurun Maksuni, Lc.
Post Time :

Damaskus, NU OnlineKurang lebih setengah jam saat adzan subuh berkumandang, sayup-sayup irama munajat memecah keheningan sunyi. Irama munajat ini bersumber dari arah menara masjid agung yang di bangun pada 13 abad yang silam, pada masa kejayaan Islam generasi pertama, di bawah panji dinasti penguasa dataran 3 benua yang membentang dari wilayah Andalusia (Spanyol dan Portugis) hingga wilayah India.
Masjid ini dikenal dengan sebutan Masjid Bani Umayah al Kabir (the great of Omayyad Mosque) yang di nisbatkan kepada dinasti pendiri masjid tersebut yakni Daulat Bani umayyah, salah satu dinasti Islam yang sangat legendaris dan belum pernah tersaingi keagungan dan kekuasaanya hingga sekarang.

Peletakan batu pertama pembangunan masjid yang dahulunya adalah bangunan kuil ini, dimulai pada masa pemerintahan al Walid bin Abdul malik, khalifah keenam dinasti Bani Umayyah pada abad permulaan hijriyah.

Bila dilihat dari atas, arsitektur bangunan masjid Umawi ini, laksana burung rajawali yang sedang mengepakan sayapnya membelah langit. Karena itu kubahnya dikenal juga dengan sebutan kubah rajawali, kubah legendaris yang sering disebut-sebut para ulama sejarah, karena lewat instusi pendidikan dibawah kubah ini, banyak sekali ulama-ulama tersohor di dunia tercetak dari semenjak Islam memancarkan cahayanya di bumi yang diberkati ini hingga sekarang.

Masjid ini juga dihiasi dengan tiga buah menara tinggi yang masing-masing punya catatan sejarah tersendiri, dua menara berada di sebelah barat dan timur mengapit bangunan masjid dan satu menara lagi berada di ujung tengah sebelah utara masjid yang berbentuk persegi panjang ini. Masjid ini juga adalah termasuk salah satu dari sekian bangunan kebanggaan umat islam karena merupakan saksi keagungan peradaban islam.

Suasana ini adalah pembuka awal aktivitas kota tua ini. Setelah azdan subuh dikumandangkan di setiap menara-menara masjid kota Damaskus, hawa dingin mulai memasuki masjid bersamaan dengan jamaah yang memenuhi barisan-barisan shof.

Bagi kaum 
tholibul ilm (santri) irama adzan subuh adalah awal bel masuk mereka di hari itu dalam menuntut ilmu, dengan tas yang berisikan kitab-kitab kuning dan masa depan Islam ditenteng di setiap pundak mereka. Bel berbunyi pada pagi yang masih berselimutkan hawa dingin yang sangat menusuk tulang dan genangan-genangan air hujan yang membeku di pinggir-pinggir jalan saking dinginnya cuaca di musim syita (musim dingin).

Para santri memulai aktivitanya. Bagi yang sedang menghafal Al-Qur’an, mereka awali aktivitas paginya dengan menemui para guru qiraat untuk 
talaqi. Majlis-majlis talaqi tersebar hampir ada di setiap masjid kota Damakus, kerana para imam masjid di kota Damaskus hampir semuanya hafal Al-Qur’an dan kota Damaskus sangat terkenal akan parasyaikhulqurro’nya (ulama hafidz Al-Qur’an pemilik sanad talaqi dari gurunya), bahkan adasyikhul qurro’ yang memiliki sanad atau silsilah qiro'ah tertinggi di dunia saat ini.

Pada tahun 2006 majelis 
ma’had asad li tahfidz qur’an (badan pengelola TPA al Qura’nya Negeri Syria) pernah mengadakan acara penganugerahan syikhul qurro Syam kepada tujuh ulama pemiliki sanad qur’an yang muttasil (tersambung) sampai Rasulullah SAW tertinggi. Mereka adalah Syekh Qurroyim Rojih (syekhul qurro syam), Syekh Bakri Tarablusi, Syekh Mohamad Toha Sukar (almarhum), Syekh Abul Hasan Kurdi (almarhum), Syekh Kholil Hiba (almarhum), Syekh Abdurrazaq al Halaby, dan Syekh Syukri Alluhafi.

Aktifitas hafalan Al-Qur'an (talaqi) tidak hanya dilakukan setelah shalat subuh. Di waktu shalat fardlu lima waktu yang lain juga ada. Ini memudahkan santri yang mempunyai kegiatan lain diwaktu ini.

Bagi santri yang sedang mendalami ilmu-illma syari’at Islam, di pagi buta mereka mententeng kitab-kitab karangan ulama-ulama tradisional dan kontemporer dari berbagai disiplin ilmu, melangkahkan kakinya untuk menuju masjid yang terdapat majlis pengajian kitab.

Majlis-majlis pengajian yang mashur didatangi para santri setelah selesai shalat subuh antara lain Masjid Bani Umayah atau dikenal juga dengan sebutan Masjid Umawi yang diasuh ulama sepuh yang sangat disegani Syekh Abdurrazaq al Halaby (Syaikhul quroo' syam), Masjid Arrifa'i yang diasuh oleh ulama kharismatik di Negeri Syam Syekh Usamah Rifa'i serta masjid-masjid lainya yang mengadakan majlis pengajian kitab. Bidang-bidang yang dikaji dalam pengajian ini berbagai macam kajian diantaranya ulumul qur'an, ulumul hadis, ilmu fiqh dan ushul fiqh, gramatika Arab dan ilmu tasawuf.

Pelaksanaan pengajian kitab tidak hanya terbatas setelah selesai shalat shubuh. Ada sebagian masjid yang mengadakan pengajian kitab kuning di selain waktu subuh, di masjid Umawi pun ada pula pengajian kitab yang diadakan setelah shalat dhuhur, ashar dan maghrib. Bahkan di beberapa masjid ada pula yang menyelenggarakan pengaian setelah shalat Isya.
Bagi para santri yang senantisa haus akan ilmu, majlis-majlis pengajian di masjid-masjid di kota Damaskus dalah samudra ilmu bagi mereka. Pengajian-pengajian kitab yang diadakan diasuh oleh ulama-ulama kenamaan di Suriah bahkan ada namanya yang sudah mendunia, yang sangat mengusai materi yang diajarkannya.

Diantara ulama yang saat ini sedang mengasuh pengajian antara lain Prof. Dr. Said Ramadhan al Buthi, pakar ilmu ushul fiqh dan teologi islam yang saat ini sedang mengkaji kitabnya "Dawabitul Maslahah" di Masjid Umawi. Kitab tersebut merupakan desertasinya untuk mendapatkan gelar doktoral di Universitas al Azhar Mesir.

Ada juga Prof Dr Wahbah Zuhaili, pakar Fiqh dan Ekonomi Islam yang sedang mengakaji kitab Fiqh Syafi'I muyassar , di masjid Umawi, Prof Dr Nurudin 'Itr pakar Ulumul Hadist dan Ulumul Qur'an, yang sedang mengakaji kitab al Muwata karangan Imam Malik, di masjid Umawi, dan Prof Dr Mazin Mubarak pakar Fiqh Lughah, yang sedang mengakaji kitab Fiqh Lugah, di masjid Umawi.

Sementara itu Syeikh Quroyyim Rajih syaikuhul qurro biladussyam mengakaji kitab tafsir Al-Qur'an, dimasjid Umawi dan Syeikh Naim Araqsusi pakar rijalul hadist (para periwayat hadist) sedang mengaji kitab sahihbukhari di masjid al Iman. Masih banyak ulama besar lainya yang hampir semuanya mempunyai pengajin kitab di masjid-masjid kota Damaskus.

Majelis pengajian di masjid-masjid kota Damaskus adalah tradisi islam turun-temurun kota ini sejak jaman permulaan islam, karena itu tidak aneh bila tradisi keilmuan Islam di ibu kota negeri Syam ini tidak pernah surut atau mengalami pergeseran.

Sebagai contoh bila dahulu kita mengenal al Alamah Ibn Salah (W 643H/1245M), sebagai seorang pakar hadist yang masyhur di dunia pada zamanya, sekarang ada sosok Prof Dr Nurudin 'Itr, pakar hadits yang diakui di dunia islam saat ini.

Bila dahulu kaum muslimin diguncangkan kedahsyatan Imam Ghazali (W 505 H/1111M) sosok filosof dan pemikir islam brilian yang pernah singgah di kota Damaskus dan menyelesaikan karya agungnya Ihya Ulumuddin di kota ini, pada masa sekarang dunia Islam dicengangkan oleh Prof. Dr. Said Ramadhan al Buthi, filosof dan pemikir islam abad ini.

Dahulu umat Islam dibuat kagum oleh kecemerlangan ulama-ulama fiqh yang telah menghasilkan ensiklopedi fiqh komparativ dari berbagai madzhab fiqh hingga berjilid-jilid, seperti Imam Nawawi (W 676H/1277M) ulama madzhab Syafi'i dengan al Majmu'nya 11 jilid, al Alamah Ibn Quddamah (W 682H/1283M) ulama madzhab Hambali dengan al Mugninya 14 jilid atau al Alamah Ibn Abidin (W 1307H/1889M) ulama dari madzhab Hanafi yang mashur dengan hasyiyahnya 8 jilid. Pada masa sekarang dunia Islam masih menyaksikan kecemerlangan ulama fiqh tersebut pada sosok Prof Dr Wahbah Zuhaily penulis kitab ensiklopedi fiqh yang sangat mashur di pelosok dunia islam, dengan mahakaryanya  Fiqh Islam wa Adilltuhu 10 jilid.

Dahulu kita mengenal Imam Ibn Malik (W 672H/1274M) , ulama Andalusia yang hijrah ke kota Damaskus, yang terkenal dengan seribu baitnya (alfiyah Ibn Malik) dalam bidang ilmu gramatika bahasa Arab. Matan (teks) kaidah gramatika arab yang sangat melegenda dalam dunia Islam, di negeri kita Indonesia bait-bait ini masih banyak dihafalkan oleh para santri, terutama di pesantren-pesantren yang berbasiskan tradisional.

Pada masa ini kota Damaskus masih bisa melahirkan tokoh pakar gramatika bahasa  Arab yang mashur didunia islam yaitu Prof Dr Mazin Mubarak, ulama yang telah meraih berbagai penghargaan dalam bidang bahasa Arab berkat jasa-jasnya dalam mengawal keorisinilan bahasa Arab dari pengaruh-pengaruh penjajahan bahasa asing.

Kala matahari mulai beranjak dari peraduanya untuk menerangi jagad cakrawala di waktu dhuha, para santri kembali ke kamar masing-masing untuk mempersiapkan aktivitas belajar mereka di lembaga pendidikan tempat mereka menempa ilmu. Bagi yang belajar di ma'had-ma'had seperti Ma'had Syekh Badurdin al Hasani atau Ma'had al Fatah al Islami jam tujuh pagi, mereka harus mengayuhkan langkahnya menuju ma'had karena jam tujuh lebih setengah jam mereka harus sudah ada di ruang belajar untuk memulai pelajaran.

Bagi mereka yang belajar di Universitas Damaskus jam delapan pagi harus sudah ada di ruangan kuliyah untuk menerima materi-materi kuliah dari sang dosen. Hampir semua pelajar Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Universitas Damaskus, belajar di fakultas Sastra Humaniora dan Fakultas Syari'ah, karena dua fakultas ini yang menjadi tujuan utama mereka ketika belajar di timur tengah, adapun fakultas lain yang bersifat eksak seperti kedokteran, arsitek dan lain-lain, belajar di negara-negara barat tentu lebih baik.

Di lembaga pendidikan yang mengadakan aktivitas kuliah di sore hari seperti Mujamma' Abu Nur, para santri melanjutkan aktivitas belajar mereka di kamar atau melakukan privat belajar kepada para masyayikh yang menyediakan waktunya untuk para santri yang ingin mendalami ilmu-ilmu syari'at islam.

Pada sore hari ketika jadwal kuliah telah selesai, para santri langsung menuju masjid yang sedang melaksanakan aktivitas pengajian untuk mengikutinya dan untuk lebih mendalami lagi materi belajar di kuliah, karena materi-materi kuliah hanya bersifat pengantar umum maka di masjid-masjid inilah kaum santri menempa lebih dalam lagi materi kuliah yang diajarkan di bangku kuliah, sampai malam menjelang para santri baru kembali ke tempat peristirahatanya masing-masing untuk memulai lagi aktivitas di keesokan harinya.
Demikian sekilas gambaran suasana menuntut ilmu di Ibukota para santri ini. Ibukota yang siap untuk mencetak generasi neo Ghazali dengan pemikiran-pemikiran cemerlangnya atau neo Nawawi yang sangat produktif dengan karya-karya ilmiyahnya atau neo-neo ulama Negeri Syam yang agung lainya yang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban Islam. (Nurun Maksuni)

Pesantren dan Wajah Islam Indonesia

 


Oleh : Nurun Maksuni, Lc.
Post Time :

Lembaga pendidikan Pondok Pesantren salah satu dari sekian sistem pendidikan yang ada di Indonesia dengan cirinya yang has dan unik, juga dianggap sebagai sistem pendididkan paling tua di Indonesia yang telah diakui kualitasnya dari segi kemampuannya dalam mencetak kader-kader bangsa yang handal dan mumpuni,  baik dalam bidang agama sebagaimana lazimnya atau dalam pentas kepemimpinan nasional, juga dalam bidang kebudayaan dan kazanah intelektual.

Menilik asal muasal keberadaan pesantren di Indonesia, sebagian  kalangan ahli mengasumsikan bahwa pesantren adalah pola pendidikan Islam yang di adopsi dari pola pendidikan jaman sebelum kedatangan Islam yang di kenal dengan istilah cantrik yang kemudian diIslamisasi oleh para dai'-dai' Islam di awal kedatangannya.

Menurut pandangan penulis asumsi tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Hal tersebut bila bisa di telusuri lewat komparasi kedua sistem tersebut dimana materi pengajaran dalam cantrik lebih mengedepankan pola pelatihan fisik yang dalam istilah kunanya dinamakan ilmu kanuragan, Sedangkan materi yang diajarkan dalam pesantren pada umumnya lebih bersifat ilmu pengetahuan keagamaan. Komparasi ini memberi gambaran yang tegas adanya perbedaan yang mencolok antara pola pendidikan cantrik dan pola pendididkan pesantren.

Bukti lainnya, dalam dunia Islam, kita bisa menjumpai sistem pendidikan pesantren di berbagai negara Islam sebagaimana di negeri kita; seperti di Yaman dengan DarulMustofanya, atau di Saudi Arabia dengan Rubatnya ataupun di negeri Syria tempat penulis menimba ilmu yang bertaburan ma'had-ma'had syar'i, juga di negara-negara Islam lainnya. Hal tersebut memupuskan asumsi bahwa pesantren adalah budaya tradisional Indonesia yang mengalami Islamisasi, disisi lain juga membuktikan bahwa pesantren merupakan bagaian dari budaya Islam yang telah mengalami pribumisasi ketika masuk ke Indonesia.

Setelah penelusuran awal timbul pertanyaan; bernarkah pola pendidikan pesantren merupakan bagian dari budaya Islam?

Pengembangan wacana pesantren sebagai bagian dari budaya Islam akan bisa mencapai titik terang bila kita ambil pola-pola dasar pendidikan pesantren. Sebagaimana sudah diadakan penelitian pola  dasar pesantren terdiri dari tiga unsur utama yaitu; kiai, santri dan masjid. Ketiga pola dasar tersebut -kalau kita mengupas kembali sejarah penyeberan Islam pertama kali di tanah Arab- adalah metode dakwah marhalah kedua Nabi Muhammad Saw di kota Madinah. Hal tesebut bisa di baca dari aktivitas dakwah beliau dengan memakai masjid sebagai pusat semua aktivitas baik dari segi ubudiyah seperti shalat berjamaah bersama-sama para sahabatnya atau tempat penyampaian kuliyah umum (khotbah Jum'at) di setiap hari Jum'at serta aktivitas-aktivitas lainya yang hampir keseluruhan berada di masjid. Jadi dapat dibuktikan bahwa sistem pendidikan pesantren adalah bagian dari kebudayaan Islam dan keberadaannya sudah ada semenjak pertama kali Islam diturunkan.

Untuk menelusuri lebih dalam tentang fenomena pola pesantren sebagai bagian dari budaya Islam bisa dikaji lewat sejarah peradaban Islam, dimana hampir semua sistem pendidikan di dunia Islam adalah bercorak pesantren, ini dapat ditilik dari metode Imam Malik (179 H) pendiri madzhab Malikiyah dalam membangun madzhabnya di Kota Madinah Munawwaroh, dengan memakai metode pesantren beliau kembangkan madzhabnya di Madinah, begitu pula madrasah an Nidhamiyah di Nisaibur yang dianggap sebagai cikal bakal sistem pendidikan madrasi di dunia Islam, pola pendidikan yang dipakai adalah pola pesantren, hal itu bisa kaji dari sosok al Juwaini (478 H) sebagai seorang pengasuh atau kiai dan salah satu santri hasil didikannya al Ghozali (520 H).

Begitu pula di negeri Syam as Syarif (Syria) di abad pertengahan hijriyah kita mengenal madrasah Darul Hadist yang telah berhasil mencetak ulama-ulama agung di zamannya, dimana keagungannya tersebut masih  bisa disaksikan lewat kebesaran sosok an Nawawi (676 H) salah satu ulama hasil cetakan lembaga pendidikan ini, dengan maha karya-karyanya yang masih relevan dan eksis sebagai referensi utama dalam kazanah keilmuan Islam. Setelah penulis lihat sendiri tradisi-tradisi pengajian kitab kuning yang masih eksis hingga saat ini di sudut-sudut masjid kota Damaskus dan menyaksikan bangunan peninggalan madrasah Darul Hadist juga berziarah ke ma'had-ma'had syar'i yang ada sekarang, bahwasanya pola pendidikan pesantren begitu kental dan mengakar kuat dalam sistem pendidikan Islam di negeri Syam dari dulu hingga sekarang.

Menyingkap dunia pesantren dan menatap wajah Islam di Indonesian ibarat menatap salah satu sisi mata uang logam atau dalam kiasan lain dikatakan setali tiga uang, hal tersebut didasarkan pada kontek peranan dunia pesantren dalam membangun wajah Islam di Indonesia yangt tidak bisa diabaikan begitu saja peranannya, kerena basis utama pengembangan Islam di Indonesia adalah pondok pesantren.

Dalam penyebaran Islam pertama kali di tanah air Indonesia kita mengenal pesantren Ampel Denta yang dianggap sebagai pesantren pertama di Indonesia yang terletak di sudut kota Surabaya dengan pengasuh sekaligus pendirinya Raden Rahmat yang bergelar Sunan Ampel, salah satu para dai Islam pertama kali di Indonesia. Melalui media pesantren Ampel Dentanya beliau berhasil mencetak dai-dai generasi selanjutnya seperti Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat dan dari murid-murid para da'i-da'i Islam pertama ini terpancarlah cahaya Islam di nusantara.

Dimasa selanjutnya muncul sosok kiai karismatik Jawa yang masyhur di daerah Tegal Sari, Jetis, Ponorogo Jawa Timur; Kiai Hasan Besari begitu panggilan kebesarannya. Diatas sepetak tanah yang ia miliki dirikan masjid dan barak-barak yang di peruntukkan bagi santri jauh untuk penginapan. Dengan ketinggian ilmunya dibarengi dengan keihlasan dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam, ia berhasil mencetak kader-kader ulama yang mumpuni dalam meneruskan penyebaran agama Islam sehingga Islam tidak pernah pudar dari bumi Indonesia bahkan semakin mengakar kokoh di sanubari bangsa Indonesia walaupun dalam masanya para penjajah sudah menancapkan kukunya di tanah Jawa.

Setelah terjadi persentuhan intelektual antara ulama di Indonesia dengan para ulama Timur Tengah di penghujung kurun abad 20, pesantren sebagi basic intelektual Islam di Indonesia semakin nyata-nyata memainkan peranan dalam membentuk wajah Islam di Indonesia. Sosok-sosok seperti Syeikh Nawawi Banten, Syeikh Mahfudz Turmusi, Mbah Kholil Bangkalan, KH Hasyim Asy'ari, dan ulama-ulama lainnya adalah tokoh-tokoh penghujung abad 20 dari kalangan pesantren yang telah memoles wajah Islam di Indonesia dan dipenghujung abad 20 ini juga babak intelektual Islam Indonesia dimulai.

Menyibak differensiasi wajah Islam di Indonesia dalam tataran dunia global, peran pesantren begitu besar dalam memoles Islam Indonesia yang bersifat kaffah (universal), ramah, santun, yang sesuai dengan karakter asli bangsa Indonesia. Juga seirama dengan prinsip dasar Islam yang "Rahmatan lil alamin."  Dengan semangat tawazuntasamuh dan tawasuth, perbedaan-perbedaan pemahaman baik dalam pemahaman aqidah maupun diskursus yurisprudensi Islam (fiqih) dapat dilihat sebagai perbedaan yang bersifat rahmah. Differensiasi karakteristik tersebut akan tampak, bila kita melihat fenomena yang sedang terjadi di Timur Tengah, tidak jarang perbedaan-perbedaan (ihktilaf) pemahaman yang menimbulkan pertumpahan darah, seperti konflik Sunni Syiah di Iraq sekarang ini, atau kasus majlis-takfir di Mesir yang banyak menelan korban cendekiawan-cendekiawan Mesir.
Sebagai penutup dari tulisan ini, tidak lah berlebihan jika para pemerhati Islam di barat memprediksikan bahwa kebangkitan Islam akan dimulai dari Indonesia. Kita semua berharap prediksi tersebut menjadi kenyataan
Pengajar di Pesantren al-Babkani An-Nawawi Indramayu Jawa Barat- Alumni Fak. Syariah Univesitas Damaskus Syria, 2010